4.9 Comfort Zone

Akhirnya saya punya dua sumber penghasilan. Bekerja full-time sebagai desainer grafis dan menjadi freelance web developer. Penghasilan sebagai freelancer pastinya tidak menentu. Dalam sebulan belum tentu ada klien yang menghubungi. Namun ketika klien datang, nilai proyeknya bisa dua atau tiga kali lebih besar dari gaji saya sebagai desainer.

Dan setelah beberapa lama berjalan, bisnis freelance saya mulai ramai. Job mulai berdatangan dengan stabil. Sampai di sebuah titik dimana penghasilan freelancing saya lebih besar dari pekerjaan utama.

Namun sekarang timbul masalah baru. Seiring dengan semakin banyaknya pesanan website, saya mulai kewalahan. Kalau dipaksakan, maka sayalah yang akan menjadi korban. Bekerja dengan durasi panjang dan nyaris tanpa libur demi mengejar deadline proyek orang.

Sampai muncul sebuah pertanyaan: ā€œGimana kalau saya resign dan fokus menjadi freelancer?ā€ Sebuah pertanyaan yang jawabannya gampang-gampang susah.

Sebagai karyawan posisi saya bisa dibilang aman, saya berprestasi, dan bisa diandalkan. Gaji stabil dan rutin setiap bulan.

Sebagai freelancer, penghasilan saya terkadang lebih besar. Waktu kerja yang fleksibel dan tidak harus datang ke kantor. Bangun dan tidur jam berapapun yang saya mau.

Namun apa jadinya kalau tidak ada proyek selama beberapa bulan? Sementara saya tidak punya banyak tabungan. Tentu bukan hal bagus karena saya tidak ada pemasukan.

Pertarungan antara rasa aman sebagai karyawan dengan keinginan untuk fokus menjadi programmer semakin berkecamuk. Namun setelah dipertimbangkan cukup matang, mengingat saya masih muda, masih tinggal sama orang tua, akhirnya saya memutuskan untuk resign dari perusahaan.

Itu adalah salah satu keputusan paling berani yang pernah saya ambil dalam hidup. Berani mengambil risiko demi mengejar apa yang saya inginkan. Saya memang takut akan gagal, tapi ketakutan itu saya hadapi.

Kita tidak akan pernah tahu apa yang menunggu di masa depan. Tugas kita bukan meramal dan mengkhawatirkan apa yang mungkin terjadi. Bukan juga menyesali apa yang telah terjadi. Kita fokus melakukan yang terbaik hari ini dan bergerak selangkah lebih maju dari yang kemarin.

Mempertimbangkan masak-masak sebuah keputusan memanglah sangat penting. Apalagi kalau berdampak langsung kepada orang lain. Namun akan ada saat dimana kita harus bilang F**k it! Letā€™s just do it!

FUN FACT

Ketika saya mengajukan keinginan untuk resign, gaji saya langsung dinaikan menjadi 1.5 juta per bulan. Jujur saya sempat bimbang dan menerimanya.

Namun tepat sebulan setelahnya, hati saya bilang bahwa saya harus resign. Saya pun keluar dari perusahaan itu selamanya šŸ˜€

Last updated