4.1 Introvert Kepo
Saya tumbuh sebagai remaja yang introvert. Lingkup pertemanan terbatas, ketika ngumpul lebih banyak diam dan menjadi observer, bicara seperlunya saja. Apabila ada kerabat yang datang, saya lebih memilih “ngumpet” di kamar daripada harus ngobrol atau sekedar basa-basi dengan mereka.
Sampai sekarang pun sebenarnya masih seperti itu, namun tidak separah dulu. Sekarang saya lebih open, lebih percaya diri, dan bisa memposisikan diri. Sepertinya pengalaman bekerja di Australia telah banyak merubah pola pikir dan cara saya berhadapan dengan orang. Menjadi lebih baik.
Namun satu hal yang tidak berubah adalah saya tetap kepo parah, dalam artian yang positif. Kepo yang positif berarti rasa keingintahuan yang besar. Dan saya kepo terhadap segala hal. Saya selalu ingin tahu bagaimana sesuatu itu bekerja, bagaimana dia dibuat, kenapa bisa ini, dan kenapa bisa itu.
Acara TV favorit saya bukanlah film superhero, melainkan film dokumenter. Dokumenter mengenai teknologi, bumi, sejarah, flora dan fauna, sampai eksplorasi luar angkasa. Entah kenapa menonton mereka seakan memberi cemilan penuh nutrisi kepada otak, otak saya yang kepo ini.
Namun setelah dipikir-pikir, ternyata sifat itulah yang menjadikan saya sangat cocok menjadi programmer. Untuk menjadi programmer kamu harus kepo parah. Punya rasa
keingintahuan yang besar, tidak akan tenang, tidak akan berhenti sebelum menemukan jawaban.
Programmer kepo tidak akan segan-segan membongkar kode program untuk mengetahui bagaimana cara kerjanya. Programmer kepo menganggap dokumentasi sebagai taman bermain, dan menganggap error sebagai hama untuk dibasmi.
Bill Gates sang pendiri Microsoft, Mark Zuckerberg si pendiri Facebook, Linus Torvalds sang membuat Linux, Steve Wozniak sang co-founder Apple, semuanya adalah orang kepo. Para hacker yang berkeliaran di luar sana semuanya kepo. Kepo is power!
Last updated