4.12 Sydney #1
Pada tahun 2015 masa freelancing saya akhirnya usai. Status saya berubah menjadi Remote Contractor berdasarkan apa yang saya baca di kontrak kerja.
Sang CEO memutuskan untuk melegalisasi perusahaannya di Australia dan saya bekerja dari Bali. Jadi benar secara hukum bahwa saya adalah remote contractor alias kontraktor yang bekerja dari jarak jauh.
Buat yang penasaran, gaji pertama yang saya dapatkan dari perusahaan ini adalah 10 juta rupiah. Jumlah yang tidak pernah saya bayangkan. Bekerja di bidang yang berawal dari keisengan semata. Kemudian dihargai dengan nilai seperti itu merupakan hal yang fantastis.
Tetapi itu baru hak, orang berani membayar mahal pasti menuntut output yang tidak main-main juga. Tetapi saya tidak khawatir, justru menerima pekerjaan ini karena ingin mendapatkan tantangan dan pengalaman yang berbeda dari sebelumnya.
Menyadari kenyataan tersebut, maka tidak tertutup kemungkinan bahwa saya bisa ke luar negeri suatu saat nanti. Begitulah saya berandai-andai.
Saya adalah developer pertama yang rekrut setelah sang CTO. Bagian teknis hanya dipegang oleh kita berdua. Sang CTO bukanlah pengembang aplikasi mobile, sedangkan saya hanya punya pengalaman di bidang web development.
Belakangan saya ketahui ternyata aplikasinya berbasis Web View, jadi bukan aplikasi mobile yang native. Hampir semua halaman di aplikasi tersebut hanyalah halaman web yang datangnya dari server. Waktu itu servernya masih menggunakan Ruby On Rails (ROR), mau tidak mau saya pun harus belajar ROR.
Siapa sangka seorang anak yang sama sekali tidak punya latar belakang IT, yang sebelumnya adalah desainer grafis dadakan, mau belajar dan sekarang malah dipercaya memegang aset terpenting dari sebuah perusahaan.
Pada tahun 2017, jumlah karyawan di perusahaan itu sudah lumayan banyak. Keseharian pun mulai diisi standup meeting setiap pagi. Berkomunikasi dengan orang dari tim berbeda dan dari negara berbeda pula.
Sampai pada suatu hari saya menerima kabar mengejutkan. Bahwa saya diundang untuk mengunjungi kantor pusat di Australia selama dua minggu. Dimana semua biaya akan ditanggung perusahaan. Apa jawaban saya?
Sudah pasti saya bilang “YES”.
Sudah pasti kesempatan itu tidak akan saya biarkan lewat begitu saja. Kesempatan bertemu dengan orang-orang yang selama ini hanya saya lihat lewat Google Meet. Kesempatan berkunjung ke negeri yang terkenal dengan kangguru dan koalanya.
Akhirnya setelah beberapa bulan persiapan, malam itu saya berangkat ke Sydney. Itu menjadi momen pertama kali saya naik pesawat, momen pertama kali saya meninggalkan Indonesia dan menginjakkan kaki di negeri orang. Pokoknya semua tentang momen itu adalah sejarah buat saya.
Pagi sekitar jam 8, akhirnya pesawat Qantas yang saya naiki tiba di Bandara Kingsford Smith Sydney. Jujur, saya capek sekali karena perjalanan malam hari yang panjang serta kurang tidur. Kemudian dijemput oleh seorang kolega yang langsung mengajak saya ke kantor yang lokasinya di pusat kota.
Dalam hati saya berteriak “Akhirnya... akhirnya! I did it!”. Rasa capek setelah 6 jam perjalanan melelahkan tidak terasa lagi ketika saya menyalami satu-persatu rekan kerja yang sudah mulai berdatangan.
Dua minggu tersebut terasa singkat, tetapi merupakan pengalaman yang luar biasa. Pengalaman yang membuat saya tambah yakin bahwa I’m on the right track. Artinya saya tidak salah telah memilih bidang ini.
Last updated